Senin, 12 September 2011

CARUT MARUT KMP MURIA DI KARIMUNJAWA


Sejak 2010 tanda-tanda KMP MURIA bakal bermasalah telah banyak dibicarakan. Namun pihak-pihak tertentu selalu menyatakan klaim bahwa itu hal biasa. Lonjakan penumpang sifatnya masih sporadis dan wajar.  Hanya terjadi pada waktu tertentu saja seperti saat liburan dan hari raya. Semua masih dianggap wajar dan aman-aman saja. Tidak perlu dikhawatirkan.

Penyataan seperti itulah yang menina bobokan sifat kritis masyarakat Karimunjawa. Baru kemudian 3 bulan terakhir ini masyarakat sadar karena telah kecewa terhadap pelayanan PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Jepara  jalur penyeberangan Karimunjawa - Jepara. Kekecewaan itu karena ulah oknum pihak ASDP Cabang Jepara dan KMP. Muria sering mengembar-gemborkan bahwa jalur penyeberangan Karimunjawa-Jepara ini selalu merugi. Padahal jumlah penumpang menurut fakta yang ada selalu penuh bahkan boleh dibilang kapal sering overload. Motif oknum petugas disinyalir karena ingin mempertahankan agar KMP MURIA tetap mendapat bagian subsidi dari Pemkab Jepara. Selain itu sangat dimungkinkan dalam memberikan laporan kepada PT ASDP Pusat agar berkesan tidak menyalahi peraturan pelayaran soal manifes penumpang. Buntutnya yang terjadi kini justru meresahkan masyarakat. Mentalitas yang seperti inilah yang menghambat kemajuan pembangunan. Biang kerok bangkrutnya sebuah negeri. Mengingkari PAKTA INTEGRITAS PT.ASDP INDONESIA FERRY (Persero).

Kapasitas KMP Muria sekitar 325 sebuah angka yang jauh di bawah kebutuhan untuk masyarakat Karimunjawa saat ini. Maklum namanya saja masyarakat kepulauan, di mana pun tempatnya di kepulauan apa pun namanya, kapal merupakan kebutuhan vital. Apalagi selama ini promosi wisata Karimunjawa faktanya cukup berhasil. Tidak kurang 600-an orang setiap kali pelayaran memanfatkan KMP Muria sebagai sarana penyeberangan untuk berkunjung ke “Perawan Jawa” yang dikenal dengan “Karibia-nya” Jawa Tengah. Ikon wisata andalan Jawa Tengah ini memang baru ngetren di kalangan pelancong. Utamanya dari Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Jawa Tengah sendiri. Selain “Wiloka” sebutan wisatawan lokal Karimunjawa, tidak sedikit pula turis asing yang datang. Tapi sayang seribu kali sayang, kondisi ini tidak diimbangi dengan ketersediaan sarana transportasi yang layak dan pelayanan yang prima.
Berdasarkan arsip surat dari Pelabuhan Karimunjawa, diketahui adanya praktek penjualan tiket buta, yakni tiket yang dicurigai telah dijual melalui jaringan mafia kroni oknum ASDP Jepara dengan cara bisik-bisik. Artinya sebelum loket tiket resmi dibuka ada oknum pihak ASDP yang telah menjual tiket pemberangkatan kepada calon penumpang untuk esok harinya. Kecurigaan ini diperkuat dengan pantauan dari masyarakat yang tergabung dalam Forum Silaturahmi dan Komunikasi Masyarakat Karimunjawa (FOSSIMKA), bahwa banyak wisatawan yang mudah mendapatkan tiket, sedang masyarakat Karimunjawa sendiri harus rela antre sebelum subuh. Bahkan tidak sedikit yang harus rela tidur di pelabuhan.
Ironis!
Pelancong atau wisatawan pastilah bukan penduduk asli Karimunjawa.  Secara nalar seharusnya merekalah yang kesulitan dalam mendapatkan tiket pelayaran. Tapi fakta berbicara lain, justru sebaliknya. Ini pertanda ada yang bermain. Entah itu pihak-pihak penjualan tiket, pengelola Jasa wisata, ABK, TKBM, atau bisa jadi ulah “Calo” Makelar Tiket. Untuk membuktikan ini tentunya tidak mudah. Selain cara yang dipakai menggunakan sistem kroni, praktek semacam ini tentu dilakukan secara rapi dan sembunyi-sembunyi. Tidak mungkin calon penumpang yang merasa “ditolong” mengaku dari mana asal tiket buta itu dibeli. Apalagi praktek semacam itu pastilah berdasarkan kesepakatan “kamu butuh saya ada” alias mau sama mau. Meskipun konsekuensinya harga tiket buta ini lebih mahal jika di banding beli di loket. Tapi jika mengingat pentingya kebutuhan dan tambahan biaya tinggal di Karimunjawa seandainya mereka tidak dapat tiket pelayaran hari itu, tentu nilainya jauh lebih murah.
Kejanggalan lain yang selama ini menjadi pertanyaan masyarakat adalah atas dasar apa tiket VIP dijual di luar loket penjualan yang ditentukan? Jawabannya mudah diduga bukan? Sebagian tiket Ekonomi yang dijual di luar loket penjualan bersamaan dengan penjualan tiket VIP merupakan tambang “rezeki haram” oknum tertentu.  Kepada wisatawan tiket ekonomi dan VIP ini dijual dengan harga jauh di atas kewajaran ketentuan harga yang tiket “legal”. Inilah lahan empuk yang selama ini mereka kerjakan.  Mencari keuntungan secara pribadi tapi menyisihkan peluang masyarakat, yang tak lain adalah penduduk asli Karimunjawa. Mereka sudah bermental materialis, jauh dari nilai-nilai budaya masyarakat Karimunjawa yang terkenal dengan kuatnya sifat-sifat kekeluargaan dan kebersamaan. Mereka sudah tidak sadar lagi bahwa hidup dalam komunitas terpencil seperti ini, yang mereka hadapi hari ini, besok dan yang akan datang adalah orang-orang yang sama, itu-itu juga. Tak lain dan tak bukan mereka adalah tetangga, saudara, dan masyarakat mereka sendiri.
Memalukan!
Semestinya mereka bisa menempatkan diri pada posisi masing-masing agar berjalan fair, wajar, transparan, tidak manipulatif. Kalau mereka mendukung oknum dengan praktek-praktek nista seperti itu, maka selamanya laporan Pihak ASDP Jepara ke kantor pusat selalu merugi. Akibatnya semua kacau, semua rugi, semua mengeluh bahwa kapasitas kapal saat ini sudah tidak layak.
Salah siapa?
Mereka melupakan aspek-aspek keselamatan penumpang dan keselamatan pelayaran. Jika kapasitas kapal hanya 325 orang sedangkan kenyataannya dijejal 500 sampai 700 orang apa namanya bukan tindakan yang sembrono?
Tidak mungkin Pihak ASDP Cabang Jepara belum mengetahui kondisi lapangan yang sesungguhnya. Karena Kantor Syahbandar Karimunjawa sendiri sebenarnya telah memberitahukan kondisi KMP. Muria melalui pemberitahuan
Surat Dinas nomor AL. 004/1/1/L/PP.KRJW-11 tanggal 7 September 2011. Dalam surat tersebut secara jelas disampaikan bahwa hampir setiap kedatangan KMP Muria dari Jepara, kapal dimuati berlebih, bahkan sampai ke MUSTER AREA. Hal ini tentu saja sangat membahayakan keselamatan kapal dan terjadi penumpukan penumpang di Karimunjawa.
Selain itu dalam surat yang sama dijelaskan bahwa masih dilakukan penjualan tiket di luar loket yang telah ditentukan dan tidak masuk dalam manifes penumpang serta ditemukan tiket tanpa tanggal. Mungkinkah Pihak ASDP Cabang Jepara belum sempat membaca pemberitahuan pihak Syahbandar Karimujawa? Ataukah surat tersebut di buang di tong sampah begitu saja? Jika memang benar silahkan segera berkunjung ke Kantor Bupati Jepara, Administrasi Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, Kepala Unit penyelenggara Pelabuhan Jepara, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika kabupaten Jepara, atau silahkan ikut berlayar dan tanyakan pada Muspika Kecamatan Karimunjawa. Arsip tembusan surat tersebut masih tersimpan rapi pada kantor-kantor tersebut.
Nah, kalau memang sudah membaca dan benar-benar tidak dibuang di tempat sampah sebaiknya Pihak Cabang ASDP Jepara belajar lagi memahami isi surat, agar tahu artinya, supaya tidak LEMODAR (Lemah Otak Dan Anti Reaktif). Bukan malah masa bodoh kayak kura-kura dalam perahu. Lihat baik-baiklah! Penumpang sudah merasa tidak nyaman, tidak aman, serta bagaimana keselamatannya. Mumpung belum terjadi apa-apa, kami rasa sebaiknya pihak Cabang ASDP Jepara segera bermuhasabah dan berbenah.
Penjualan tiket yang tidak terkontrol tersebut juga sering menimbulkan kericuhan karena sering terjadi puluhan penumpang bahkan ratusan penumpang sudah bertiket tapi tidak terangkut, ditinggal di pelabuhan. Kasus Sabtu, 10 September 2011 Kapal berangkat lebih awal dengan alasan kapal sudah kelebihan penumpang. Sebagai gambaran jumlah calon penumpang yang tertinggal hampir sama dengan jumlah penumpang yang terangkut. Banyak guru dan pegawai yang dari luar kota seperti Jogja, klaten, Solo, boyolali, dan kota-kota lainnya ketinggalan kapal. Aktifitas perkantoran dan pembelajaran tidak bisa berjalan maksimal. Lagi-lagi masyarakat yang dirugikan. Pendek kata penyeberangan Karimunjawa Jepara yang dilayani oleh KMP Muria dengan kapasitas jumlah penumpang yang sekarang, sungguh sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan masyarakat. Bahkan cenderung memicu terjadinya kericuhan pada antrean tiket di loket penjualan karena calon penumpang berebut tiket untuk bisa naik kapal.
Mau cari tiket ke Jawa saja koq susahnya seperti cari tiket ke surga!
November 20011 nanti diperkirakan KMP Muria naik dok, praktis tidak beroperasi. Biasanya waktu doking paling cepat 2 minggu sampai 1 bulan. Seharusnya jika kapal ini tidak dapat beroperasi pada lintas penyeberangan Karimunjawa – Jepara , mestinya wajib menyediakan kapal pengganti. Hal ini sesuai klausul Surat Ijin Operasional yang disepakati antara PT. ASDP dan Pemerintah. Inilah kesempatan baik mengganti KMP Muria dengan kapal yang kapasitasnya sesuai dengankebutuhan masyarakat. Berhubung arus wisatawan makin meningkat, hendaknya Direksi PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) segera memperbaiki sistem pelayanan penyeberangan lintas Karimunjawa Jepara dan merealisasikan penggantian KMP  Muria dengan Kapal yang lebih besar minimal berkapasitas penumpang 800 orang, itu baru ideal. Tapi apakah Mungkin Karimunjawa mendapatkan sarana transportasi yang layak dan bermartabat? Tanyakan saja sama harmonisnya bisik nyiur dan riak air di pantai.